Kamis, 21 Mei 2015

" Penting gak sih... buruh mengenali LITIGASI dan NON-LITIGASI ???"


Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pidana




Seringkali pekerja/buruh mendengar atau bahkan mengucapkan istilah kata Litigasi dan Non-Litigasi, namun mungkin belum sepenuhnya memahami apa itu Litigasi dan Non-Litigasi. Karena pada dasarnya masih banyak pekerja/buruh yang latarbelakangnya bukan Sarjana Hukum atau Kuliah mengenai Ilmu Hukum.


Akan tetapi, bukan menjadi alasan seseorang yang bukan Sarjana Hukum atau Kuliah mengenai Ilmu Hukum tidak faham hukum, terlebih di era perkembangan Zaman yang modern sekarang ini, untuk belajar hukum bisa dengan berorganisasi dalam serikat pekerja/serikat buruh, mengikuti forum diskusi bahkan bisa mengakses melalui media internet.

Kami selaku buruh yang tergabung dalam Ikatan Serikat Buruh Indonesia, berupaya untuk selalu membuka ruang diskusi baik tentang kasus-kasus perburuhan maupun tentang regulasi yang kebijakannya belum tentu berpihak kepada pekerja/buruh, sehingga terjadi perselisihan hubungan industrial yang kompleks.

LITIGASI
adalah persiapan dan presentasi dari setiap kasus, termasuk juga memberikan informasi secara menyeluruh sebagaimana proses dan kerjasama untuk mengidentifikasi permasalahan dan menghindari permasalahan yang tak terduga. Sedangkan  Jalur litigasi adalah penyelesaian masalah hukum melalui jalur pengadilan.

Pada umumnya, pelaksanaan gugatan disebut litigasi. Gugatan adalah suatu tindakan sipil yang dibawa di pengadilan hukum di mana penggugat, pihak yang mengklaim telah mengalami kerugian sebagai akibat dari tindakan terdakwa, menuntut upaya hukum atau adil. Terdakwa diperlukan untuk menanggapi keluhan penggugat. Jika penggugat berhasil, penilaian akan diberikan dalam mendukung penggugat, dan berbagai perintah pengadilan mungkin dikeluarkan untuk menegakkan hak, kerusakan penghargaan, atau memberlakukan perintah sementara atau permanen untuk mencegah atau memaksa tindakan. Orang yang memiliki kecenderungan untuk litigasi daripada mencari solusi non-yudisial yang disebut sadar hukum.


NON-LITIGASI
Jalur non litigasi berarti menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan. Jalur non-litigasi ini dikenal dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif.

     Penyelesaian perkara diluar pengadilan ini  diakui di dalam peraturan perundangan di Indonesia. Pertama, dalam penjelasan Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman disebutkan " Penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitase) tetap diperbolehkan" . Kedua, dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka 10 dinyatakan " Alternatif Penyelesaian Perkara ( Alternatif Dispute Resolution) adalah  lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur  yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, atau penilaian para ahli."

      Konsultasi , merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak (klien) dengan pihak lain yang merupakan konsultan, yang memberikan pendapatnya atau saran  kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan klien. Konsultan hanya memberikan pendapat (hukum) sebagaimana diminta oleh kliennya, dan selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil oleh para pihak.

    Negoisasi, penyelesaian sengketa melalui musyawarah/perundingan langsung diantara para pihak yang bertikai dengan maksud  mencari dan menemukan bentuk-bentuk  penyelesaian yang dapat diterima para pihak.Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak.

    Mediasi, merupakan penyelesaian sengketa  melalui perundingan dengan dibantu oleh pihak luar yang tidak memihak/netral guna memperoleh penyelesaian sengketa yang disepakati oleh para pihak.

    Konsiliasi, Consilliation dalam bahasa Inggris berarti perdamaian , penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan melibatkan pihak ketiga yang netral (konsisliator) untuk membantu pihak yang berdetikai dalam menemukan bentuk penyelesaian yang disepakati para pihak.  Hasil konsilisiasi ini ini harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani secara bersama oleh para pihak yang bersengketa, selanjutnya harus didaftarkan di Pengadilan Negeri. Kesepakatan tertulis ini bersifat final dan mengikat para pihak.

   Penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non-litigasi)  merupakan upaya tawar-menawar atau kompromi untuk memperoleh jalan keluar yang saling menguntungkan. Kehadiran pihak ketiga yang netral bukan untuk memutuskan sengketa,  melainkan para pihak sendirilah yang mengambil keputusan akhir.

 by:
emsix6.blogspot.com|email:emsix.nyuen@gmail.com

Senin, 04 Mei 2015

“BERFIKIR SYSTEMATIS HASILKAN HAK-HAK BURUH”


Gambar Ilustrasi Perjanjian Bersama














        BOGOR - Sebelumnya Buruh PT. Asalta cukup sibuk dengan adanya beberapa kasus perburuhan yang dialaminya, awalnya mereka akan gelar Unjuk Rasa Pada 22 April 2015 yang kemudian diundur tanggal 28 April 2015, akan tetapi aksi mereka gagalkan dengan adanya Perjanjian Bersama 28 April 2015. Para Buruh dari PT. Asalta Mandiri Agung dan PT. Asalta Surya Mandiri yang tergabung dalam Ikatan Serikat Buruh Indonesia cabang Bogor ini akhirnya hasilkan hak-hak sesuai yang diinginkan diantaranya Upah Sektoral, Pengangkatan Pekerja Tetap dan Hak Pesangon kawan-kawan mereka yang telah di PHK.

Meski beberapa hal sempat membuat mereka “kendor” dengan dikalahkannya Sdr,Yulianto Kumawijaya 16 Orang di PHI Bandung tentang PHK dianggap habis kontrak, upaya belah bambu dari pengusaha, serta tragedi 11 Januari Kebun Raya Bogor, namun kini mereka merasa mendapatkan pembelajaran yang sangat berharga.

Pasalnya, Sdr.Yulianto Kumawijaya,dkk 16 orang yang dianggap habis kontrak kini dalam proses Peninjauan kembali setelah adanya “Novum”, PT.Asalta siap bayarkan Upah Sektoral, dan pekerja kontrak & Pekerja Outsourcing dibawah PT.Artha Senuka Perkasa seluruhnya ditetapkan beralih menjadi pekerja tetap di PT.Asalta serta Hak pesangon Sdr. Eman Sulaeman, dkk 14 (orang) siap dibayarkan.

Tentu bukanlah perjuangan yang mudah dan singkat, beberapa upaya litigasi maupun non litigasi yang dilakukan buruh PT.Asalta cukup systematis, taktis dan strategis. Selain tetap menghormati proses hukum, mereka juga galang konsolidasi rutinan jam 4 pagi sepulang kerja shift malam pada setiap hari sabtu, dan yang tidak kalah penting menurutnya komunikatif dengan perangkat DPC ISBI Bogor untuk lakukan kontrol dan dorongan kepada pegawai pengawas ketenagakerjaan serta pemerintah yang sering kali mereka sebut “Para Penyamun”.






By : Emat Zubekti

Rabu, 22 April 2015

TAK PATUH HUKUM, PT.ASALTA TERANCAM DI ONTROG ISBI


Foto Ilustrasi aksi ISBI











BOGOR - Buruh PT. Asalta kembali memanas, meski diskusi pelaksanaan upah hingga menelan korban 7 (tujuh) orang meninggal dunia dan 21(dua puluh satu) luka-luka saat diskusi di Kebun Raya Bogor pada 11 Januari 2015 yang lalu, namun PT. Asalta tetap bandel dan abaikan aturan hukum.
 
PT. Asalta yang berproduksi spare part otomotif lebih dari 15 tahun, berkedudukan di Jl. Roda Pembangunan, Cibinong – Bogor, masih belum jalankan perintah Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bogor yang seharusnya PT. Asalta patuhi Nota Pengawas, Surat Keputusan Gubernur dan berikan pesangon kepada buruhnya yang telah di Putus Hubungan Kerjanya.

Selain, Pesangon Ketujuh Korban meninggal dunia yang belum lunas pembayarannya karena dicicil selama 7(tujuh) bulan, Pengawas Ketenagakerjaan Kabupaten Bogor melalui surat keterangan nota No:566.3474/WASNAKER/2014 juga menyatakan bahwa PT.Asalta sudah tidak boleh memperkerjakan karyawan dengan status kontrak dan outsourcing, dimana pekerja melakukan pekerjaan yang bersifat tetap sehingga pegawai pengawas perintahkan PT. Asalta untuk menetapkan seluruh karyawannya menjadi karyawan tetap sesuai Pasal 59 ayat (2) dan ayat (7)  Undang-undang No.13 Tahun 2003, namun hingga saat ini masih diabaikan oleh PT.Asalta.

Sehingga, hal ini memancing Ikatan Serikat Buruh Indonesia Kabupaten Bogor gelar aksi unjuk rasa sekaligus aksi Pra Kondisi Hari Buruh Sedunia (May day) di PT. Asalta Mandiri Agung dan menyatakan sikap :
  1. Tetapkan seluruh karyawan status PKWT (kontrak) menjadi status PKWTT ( Karyawan Tetap) di PT. Asalta Mandiri Agung & PT. Asalta Surya Mandiri.
  2. Laksanakan Upah Minimum Kelompok Usaha III sebesar Rp. 3.110.000,-
  3. Bayarkan hak pesangon seluruh pekerja yang telah di PHK diantaranya Sdr. Eman Sulaeman, dkk 14 (empat belas) orang.
 
PT. Asalta juga tak patuhi Surat Keputusan Gubernur  No. 561/Kep. 1746-Bangsos/2014 , yang seharusnya bayarkan Upah Minimum sebesar Rp.3.110.000,- (tiga juta seratus sepuluh ribu rupiah), namun hingga saat ini pekerja/buruhnya masih terima upah dalam kisaran Rp.2,6 juta. Selain itu, dugaan pelanggaran pasal 151 ayat (3) UU 13/2003 terhadap Sdr. Eman Sulaeman, dkk 14 (orang) juga dilakukan oleh PT. Asalta. Pekerja/Buruh PT. Asalta cukup geram dengan sikap “bandel” pihak perusahaan,  




By: Emat Zubekti

 

Jumat, 10 April 2015

"DESAS – DESUS KASUS PABRIK HELM (NHK, GM, VOG, MAZ & MIX)"


Gambar ilustrasi
       




CITEUREUP - PT. Danapersadaraya Motor Industry yang berproduksi helm berlogo (NHK, GM, VOG, MAZ & MIX) berdiri sejak tanggal 2 Agustus 2004 dan mempunyai karyawan berjumlah + 1.200 orang, yang mayoritas karyawannya berstatus  (kontrak). Helm kendaraan bermotor yang telah diproduksi bukan hanya mengantongi standar SNI, tapi juga standar DOT dan SNELL dengan patokan Helm Internasional. Pada tahun 2012 PT. DMI telah kembangkan pabrik baru di lahan seluas 12 hektar, di pabrik yang baru PT.DMI dapat meningkatkan produksinya dari 3 juta unit per tahun menjadi 8 juta unit pertahun.(sumber:merdeka.com).

Disisi lain, salah satu produsen helm terbesar di Indonesia ini masih belum dapat memenuhi hak normatif pekerja/buruhnya dari Upah yang masih minim, belum adanya kepastian bekerja karena mayoritas pekerjanya berstatus kontrak serta jaminan sosial yang belum merata.

PT. DMI bersama Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia telah membuat Kesepakatan Bersama pada tanggal 22 Mei 2012, dimana  PT. Danapersadaraya Motor Industri bersedia menetapkan secara tertulis status hubungan kerja para karyawannya menjadi Pekerja Tetap secara bertahap”.

Namun,  hingga saat ini tidak pernah melaksanakan isi Kesepakatan Bersama tersebut. Padahal, senyatanya PT. DMI yang berproduksi helm secara terus-menerus dan bersifat tetap sejak berdirinya perusahaan hingga saat ini haruslah patuh pada ketentuan Pasal 59 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Kontrak). Sehingga seluruh pekerja kontrak di PT. DMI harus beralih menjadi pekerja tetap.

Pasal 57 ayat (1), ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menjelaskan “Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan dijalan wajib dilengkapi dengan perlengkapan kendaraan bermotor dan perlengkapan bagi sepeda motor berupa helm standar nasional Indonesia”.

Dengan mengacu pada UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat ditafsirkan bahwa helm merupakan produk yang berkaitan dan/atau berhubungan dengan Perlengkapan Kendaraan Bermotor Roda 2 (dua). Sehingga, untuk kategori  upah di PT. DMI bisa dikatakan masuk pada golongan/klasifikasi sektor 3 (tiga).


Pemerataan Peserta Jaminan Sosial baik BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan juga sudah menjadi kewajiban dan tanggung-jawab pengusaha untuk mendaftarkan dirinya dan pekerjanya menjadi peserta BPJS, pada Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah No.86 Tahun 2013 dijelaskan bahwa setiap orang termasuk orang asing yang bekerja selambat-lambatnya 6 (enam) bulan di Indonesia wajib menjadi peserta BPJS” dan Pada Pasal 5 dijelaskan “bagi pemberi kerja dan pekerja yang melanggar akan dikenakan sanksi administrative dan/atau denda”.







PTP IKATAN SERIKAT BURUH INDONESIA
PT. DANAPERSADARAYA MOTOR INDUSTRY