KAJIAN HUKUM



“ UU BANTUAN HUKUM TAK SEPENUH HATI BERIKAN LEGITIMASI PARALEGAL”

Hadirnya UU No.16/2011 tentang Bantuan Hukum  menjadi momentum yang belum pernah ada sebelumnya sebagai penguatan paralegal dan keparalegalan, peran paralegal dapat membantu masyarakat mengakselerasi peningkatan akses terhadap keadilan (access to justice), paralegal juga dapat menjadi agen partisipasi demokratik yang berperan mengawal akuntabilitas pembangunan dan pemberdaya hukum.

Di beberapa negara seperti Amerika Serikat para ahli hukum mengakui para legal adalah profesi yang berada langsung di bawah supervisi pengacara. Namun di Inggris Raya didefinisikan profesi bukan pengacara tetapi mengerjakan pekerjaan legal terlepas siapa yang mengerjakannya. Di Negara Republik Indonesia masih memiliki banyak masyarakat miskin yang tidak melek hukum, sehingga sering terjadi kendala dalam memperoleh jaminan dalam pemenuhan hak  atas bantuan hukum baik dari minimnya pengetahuan hukum, maupun biaya dalam memperoleh keadilan. Oleh karena itu menjadi penting peran paralegal yang tidak hanya membantu secara non-litigasi tapi juga dapat membantu masyarakat secara litigasi.

Namun demikian, meskipun dalam UU No.16/2011 tentang Bantuan Hukum telah diatur bahwa peran paralegal mempunyai peran yang sama dengan advokad, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum, yang dapat melakukan pelayanan bantuan hukum, menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum dan tindakan hukum lainnya untuk kepentingan hukum penerima bantuan hukum, pada praktiknya masih belum bisa dijalankan secara maksimal, seringkali para penegak hukum mempertanyakan legalitasnya, meski telah  adanya legitimasi yuridis terhadap eksistensi paralegal.
Untuk itu, agar tetap dapat melaksanakan peran paralegal melakukan pelayanan bantuan hukum serta sebagai implementasi UU No.16/2011 tentang Bantuan Hukum, paralegal berupaya mencari terobosan-terobosan yang berbeda-beda yaitu dengan membuat kartu indentitas sebagai bukti dirinya paralegal, membawa surat kuasa dari pimpinan OBH, dan/atau surat keterangan dari advokad pendamping sesuai ketentuan PP No.42/2013.

Pada dasarnya hadirnya UU No.16/2011 tentang Bantuan Hukum masih belum bisa dijalankan secara maksimal sebagai pemenuhan sekaligus sebagai implementasi Negara hukum yang mengakui dan melindungi serta menjamin hak asasi warga Negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law), sebagai penjamin warga Negara khususnya bagi orang atau kelompok orang miskin untuk mendapatkan keadilan dan kesamaan di hadapan hukum, karena hadirnya PP No.42/2013 tentang syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana bantuan hukum menimbulkan batasan-batasan peran penting paralegal, dosen dan mahasiswa fakultas hukum dalam memberikan pelayanan hukum, mewakili, mendampingi, membela dan tindakan hukum lainnya untuk penerima bantuan hukum.


LKBH SUARA KEADILAN
Koordinator Riset & Dokumentasi : R. Subekti
email : emsix.nyuen@gmail.com